Pemerintah Kota Bekasi memprediksi jumlah pendatang pada arus urbanisasi pasca Lebaran 2019 mencapai 100 ribu orang. Mereka akan mengadu nasib di kota berjuluk Kota Patriot ini.
Menurut Wakil Wali Kota Bekasi Tri Adhianto Tjahyono, bukan hal yang tabu jika Kota Bekasi kerap menjadi sasaran para pendatang.
Malahan, Pemkot Bekasi kata dia, memproyeksikan jumlah penduduk di wilayah setempat bakal menembus hingga 3,6 juta jiwa pada 2022 mendatang.
Jumlah tersebut bertambah hingga 1 juta orang dibandingkan jumlah penduduk saat ini yang mencapai 2,6 juta jiwa.
“Saat ini pendatang bisa tembus hingga 100 ribu jiwa, mereka akan mengadu nasibnya di Kota Bekasi,” kata Tri, Kamis (13/6/2019).
Tri menambahkan, tingkat kepadatan penduduk saat itu bisa mencapai 160 jiwa per hektar.
Laju pertumbuhan ini cukup besar dibandingkan skala nasional yang mencapai 1,47 persen.
“Tahun ini saja jumlah penduduk sudah mencapai 2,6 juta jiwa. Bila dilihat dari proyeksinya, maka laju pertumbuhan penduduknya bisa dikategorikan cukup besar,” tambahnya.
Pemkot Bekasi sendiri tidak melarang para pendatang untuk mengadu nasib di wilayahnya. Sebab, kedepan perubahan tidak saja terjadi kepada para pendatang, tapi juga Kota Bekasi.
“Pendatang diharapkan mempunyai skil atau kemampuan lebih untuk sama-sama membangun kota yang kita cintai ini,” tutur Tri.
Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah penduduk Bekasi (sebelum pemekaran dengan Kota dan Kabupaten) pada tahun 1961 mencapai 691.192 jiwa. Kemudian meningkat pada tahun 1971 menjadi 830.721 jiwa.
Untuk merespon pembangunan Ibu Kota DKI Jakarta yang begitu pesat, pada tahun 1982 dibentuklah Kota Administratif (Kotif) Bekasi. Pertumbuhan penduduk di Kotif Bekasi tahun 1983-1984 cukup tinggi yaitu sekitar 9,5 persen.
Terbukti tahun 1983, penduduk Bekasi 1.203.282 jiwa. Pertumbuhan penduduk Kotif Bekasi ternyata melampaui apa yang sudah direncanakan.
Ledakan terjadi hingga dua kali lipat pada tahun 1980-1990 dengan rata-rata pertumbuhan 6,29 persen.
Oleh karena itu, tahun 1997 Kabupaten Bekasi melakukan pemekaran. Kotif Bekasi secara mandiri menjadi Kota Bekasi dengan jumlah penduduk tahun pertama sebanyak 1.471.477 jiwa.
Tahun berikutnya 1,543,847 jiwa dan tahun 1999 meningkat lagi menjadi 1.556.176 jiwa.
Menurut Tri, pertumbuhan penduduk di Kota Bekasi saat itu bisa melaju cepat karena beberapa faktor.
Misalnya, ada pembangunan Perumahan Nasional (Perumnas) II dan II di Bekasi Timur serta perumahan lainnya.
Tercatat ada 40 lebih perumahan dengan areal pengembangan seluas 800 hektar di Kota Bekasi.
Pengembangan properti ini kemudian diikuti pengoperasian Jalan Tol Jakarta-Cikampek yang memudahkan akses transportasi dan ekonomi.
Saat ini pemerintah pusat juga sedang membangun tiga mega proyek di ruas tol setempat, yakni kereta api ringan (light rail transit/LRT), Tol Jakarta-Cikampek Elevated dan kereta api cepat Jakarta-Bandung.
Selain itu angkutan massal seperti kereta Commuter Line dari Jakarta ke Bekasi dan arah sebaliknya kian masif.
“Maka dari itu, migrasi penduduk Jakarta ke Kota Bekasi bukan fenomena yang mengejutkan, karena berbagai infrastruktur sudah tersedia di sini,” ujarnya.
Dia menilai, letak Kota Bekasi yang diapit oleh sektor industri juga berpengaruh pada lonjakan penduduk.
Di sebelah utara Kota Bekasi telah berdiri area industri, seperti Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cakung dan Pulogadung.
Sedangkan di sebelah timur Kota Bekasi dibangun kawasan industri di Cibitung dan Cikarang, Kabupaten Bekasi.
Sementara di Kota Bekasi juga terdapat kawasan industri yaitu, kawasan Wahab Affan di Jalan Sultan Agung, kawasan Kaliabang di Pondok Ungu, serta kawasan Narogong di Bantar Gebang yang dapat dijadikan destinasi kerja para pendatang baru.
Di Kota Bekasi terdapat 1.350 lebih perusahaan dengan rincian 1.258 perusahaan menengah ke atas, sementara sisanya adalah 90 perusahaan besar dan menengah ke bawah, termasuk perusahaan asing.
“Para pekerja di kawasan industri justru banyak yang memilih tinggal di Bekasi dengan pertimbangan kedekatan jarak dan kemudahan akses transportasi,” jelas Tri.
Sekretaris Daerah Kota Bekasi, Reny Hendrawati menambahkan peningkatan jumlah penduduk berbanding lurus dengan kebutuhan ruang. Bahkan mempengaruhi aspek sosial, ekonomi dan kebudayaan.
Karena itu, pengembangan sebuah kota mesti direncanakan dengan cermat untuk kepentingan jangka pendek hingga jangka panjang.
Jika penduduk Kota Bekasi pada tahun 2022 diprediksi mencapai 3,6 juta jiwa, maka tingkat kepadatannya menjadi 160 jiwa per hektar.
Jumlah ini masuk kategori wilayah dengan kepadatan penduduknya sedang. Hal tersebut mengacu pada SNI 03-171-33 tahun 2004 tentang perencanaan lingkungan permukiman di perkotaan.
“Faktor dominan yang memicu meningkatnya jumlah penduduk Kota Bekasi adalah urbanisasi. Orang dari desa pergi ke kota mencari penghidupan yang lebih baik,” kata Reny.
Reny mengibaratkan, fenomena urbanisasi seperti halnya dua sisi mata uang yang berbeda, bisa berdampak positif dan negatif.
Sisi positifnya, urbanisasi ikut menyumbang peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) secara langsung ataupun tidak langsung.
Sementara sisi negatifnya, bisa menimbulkan ledakan penduduk yang berujung naiknya tingkat kriminalitas, pengangguran dan aspek sosial lainnya.
“Urbanisasi tidak bisa dicegah, tetapi harus dikelola. Untuk mengelola urbanisasi menjadi kekuatan, perlu diciptakan lapangan kerja baru seperti ekonomi kreatif, pusat kuliner dan sebagainya,” pungkasnya.