Ratusan ribu warga yang tinggal di Kota dan Kabupaten Bekasi tercatat belum memiliki Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) hingga kini. Pemerintah Bekasi berdalih fenomena itu terjadi lantaran keterbatasan blanko dari Kementrian Dalam Negeri. Akibatnya, 144 ribu warga Bekasi belum miliki identitas resmi.
Di Kabupaten Bekasi, pemerintah setempat mencatat sebanyak 59 ribu warganya belum memiliki e-KTP hingga saat ini. Padahal, ribuan warga tersebut sudah melakukan perekaman data dan biometri dengan status Print Ready Record (PRR). Kondisi serupa juga terjadi di Kota Bekasi tercatat sebanyak 85 ribu warganya.
Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Bekasi, Hudaya mengatakan, puluhan ribu warganya tersebut sudah melakukan perekaman, namun tidak memiliki e-KTP karena keterbatasan blanko yang diberikan pemerintah pusat.
“Mereka statusnya sudah PRR, tapi kita kurang blanko, tidak bisa cetak,” katanya, Jumat (18/10/2019).
Menurut dia, 59 ribu warga yang belum memiliki e-KTP itu hampir tersebar di 23 Kecamatan se-Kabupaten Bekasi. Rincianya, 25.500 warga yang berada di 22 Kecamatan. Dan 33.500 merupakan penduduk Kecamatan Tambun Selatan.
“Warga Tambun yang paling banyak tak miliki KTP, dan yang paling sedikit warga Muaragembong.” ujarnya.
Saat ini, kata dia, alokasi blanko e-KTP hanya 20 sampai 30 keping yang didistribusikan setiap dua pekan sekali ke masing-masing kecamatan. Meski terkendala ketersediaan blanko, penduduk Kabupaten Bekasi yang wajib KTP diimbau tetap melakukan perekaman di masing-masing kecamatan tempat tinggalnya.
Sebagai identitas sementara, pemerintah menerbitkan surat keterangan sebagai administrasi kependudukan atau Suket yang mana hal itu diberikan agar masyarakat mudah mengurus administrasi apapun.
“Ini sangat penting dalam kepengurusan administrasi kependudukan, khususnya bagi warga pendatang,” ungkapnya.
Akibat dampak dari keterbatasan blanko e-KTP juga menimpa wilayah Kota Bekasi, pemerintah setempat menghitung ada 85 ribu warga Kota Bekasi belum kantongi e-KTP. Alhasil, sampai saat ini warganya menggunakan Suket atau surat keterangan domisili sementara sebagai bentuk dokumen kependudukan pengganti e-KTP.
Ada beberapa faktor 85 ribu warga Kota Bekasi belum punya e-KTP. Hal itu diketahui dari banyaknya warga Kota Bekasi pakai Suket, belum lakukan perekaman, kehilangan, hingga pindah domisili.
“Hingga Oktober ini, tercatat puluhan ribu warga belum miliki e-KTP,” kata Kepala Disdukcapil Kota Bekasi, Taufiq Hidayat.
Penyebabnya, kata dia, akibat dari keterbatasan blanko e-KTP yang diberikan ke Kota Bekasi. Bahkan sampai saat ini juga, wilayahnya baru terima 500 keping blanko e-KTP per bulannya dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Akibat kondisi itu, butuh belasan tahun warga Kota Bekasi punya e-KTP secara utuh.
“Ada 85 ribu warga belum punya e-KTP. Kalau kondisinya seperti ini, ya kemungkinan butuh belasan tahun untuk menyelesaikan percetakan KTP warga Kota Bekasi,” tegasnya.
Untuk itu, dia berharap suplai blangko e-KTP dari Kemendagri bisa lebih diperbanyak. Sebab, Kota Bekasi salah satu kota yang melakukan permohonan blangko e-KTP- paling besar.
Taufiq mengaku, lembaganya berencana mengajukan 50 juta keping blanko kepada Kemendagri pada tahun 2020 mendatang. Hal itu, untuk mengsiasati ratusan ribu warga Bekasi yang belum e-KTP agar secepatnya memiliki identitas resmi.
“Semoga Bekasi bisa dapat lebih banyak sehingga bisa meng-cover kekurangan,” pintanya.
Taufiq menambahkan banyak pengajuan e-KTP baru bukan hanya dari warga yang belum memiliki e-KTP atau baru berusia 17 tahun. Akan tetapi sebagai kota urban, banyak orang yang datang maupun pindah. Untuk mengsiasatinya, pemerintah memberikan Suket yang fungsinya sama e-KTP berdasarkan dari surat edaran Kemendagri dan Wali Kota Bekasi.
Sehingga warga yang belum mendapatkannya tak perlu khawatir. Jika terdapat penolakan dari Perbankan maupun pihak lain, dapat diadukan ke pemerintah untuk segera ditindaklanjuti.
“Kalau ada warga yang ditolak menggunakan Suket tolong minta penolakan itu secara tertulis agar nanti bisa kami tindak,” tegasnya.
Salah satu warga Tambun Selatan, Wahyu Prihantono mengaku sudah dua tahun terakhir ini hanya memegang surat keterangan (Suket) karena belum ada blanko di kecamatan. Oleh karena itu, setiap enam bulan sekali harus memperbarui.
“Setiap nanya ke kecamataan atau dinas, alasannya tidak ada blanko. Ko pelayanan pemerintah seperti ini,” kata warga Jatimulya ini.
Menanggapi hal itu, Fungsionaris Mahasiswa dan Pemuda (Mahmuda) Bekasi, Hasan Basri menyesalkan, kondisi warga Bekasi yang belum memiliki e-KTP tersebut. Menurut dia, kondisi ini terjadi lantaran ada perencanaan dan pelaksanaan yang tidak matang dari pemerintah dalam hal e-KTP.
“Kami sebagai pemuda Bekasi sangat kecewa dengan pemerintah,” katanya.
Menurut dia, program data kependudukan yang terintegrasi ini sangat bagus untuk meminimalisir manipulasi admin kependudukan. Namun, seyogyanya harus diimbangi dengan ketersediaan blanko kosong E-KTP yang memadai, bayangkan di Bekasi masih kekurangan blanko hampir ratusan ribu orang.
Padahal, kata dia, target tahun 2020 seluruh rakyat Indonesia sudah memiliki E-KTP. Kemendagri harus perhatikan persoalan klasik ini (blanko kosong). Untuk itu, pihaknya mewakili warga Bekasi agar pemerintah segera menyelesaikan permasalahan ini.
“Hal ini harus menjadi perhatian khusus pemerintah, dan jangan dianggap sepele,” tukasnya.