Tahun ajaran baru 2021-2022 dimulai, semua siswa-siswi siap melanjutkan pembelajaran ke tingkat selanjutnya. Berbagai pembekalan dan pengenalan pun diberikan dalam program Pengenalan lingkungan sekolah (PLS) yang diberikan oleh berbagai elemen mulai dari sekolah sampai ke pemerintah.
Begitupun yang dilakukan oleh pemerintah Jawa Barat Gubernur Jabar Ridwan Kamil menyampaikan betapa pentingnya pancasila bagi para siswa baru. Selain itu siswa baru pun diberikan Pembinaan Peningkatan Pemahaman Ideologi Pancasila dan Wawasan Kebangsaan serta Pendidikan Kepramukaan via konferensi video di Gedung Pakuan, Kota Bandung.
Hal tersebut ditambahkan oleh Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Jabar, Iip Hidayat, kalangan pelajar sebagai generasi muda kelompok intelektual, menjadi garda terdepan mempertahankan eksistensi bangsa dan negara dalam mencegah radikalisme dan terorisme di Indonesia. (republika.co.id 15/7/21).
Pembekalan tersebut disinyalir mengarah kepada moderasi pada pelajar. Alih-alih menjadikan mereka sebagai garda terdepan mempertahankan eksistensi bangsa dan negara, justru mereka akan welcome pada sistem kapitalisme-liberal. Sistem yang melahirkan aturan hidup yang bersandar pada akal manusia selain itu dalam sistem kapitalis pun memberikan ruang sebebas-bebasnya kepada pelajar selama tidak mengarah kepada isu radikalisme.
Namun yang masih jadi pertanyaan label radikalisme dikalangan pelajar ini yang seperti apa. Dalam sistem kapitalisme justru mengarah kepada agama Islam, sehingga para pelajar akan tertanam dalam benaknya menjalankan agamanya hanya cukup diruang lingkup ibadah saja. Sedangkan dalam kehidupan sekolah, pergaulan sehari-hari mereka akan merasa takut untuk menjalankannya.
Seperti mempersoalkan laki-laki yang memakai celana cingkrang, membebaskan atau tidak memaksakan pelajar perempuan (muslimah) untuk berkerudung (menutup aurat), pemakaian cadar dan lain-lain. Padahal itu semua bagian dari perintah agamanya. Seperti itulah sistem kapitalis untuk menjauhkan generasi mudanya dari ketaatan.
Berbeda dengan sistem Islam, sebuah sistem yang melahirkan aturan kehidupan yang berlandaskan syariatNya. Bukan hanya aturan yang berkaitan dengan ibadah saja. Karena Islam adalah agama yang sempurna dan komplek semua aspek kehidupan ada aturannya.
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu” [TQS. Al-Maa-idah: 3]
Maka para pelajar akan mendapatkan pembekalan agama karena agama ibarat “rem” tindakan manusia termasuk para pelajar. Pembekalan agama ini akan menginformasikan mana aturan yang lahir dari Islam dan yang tidak.
Seperti yang disampaikan MUI (Majlis Ulama Indonesia) bahwa agama merupakan muara dalam pembentukan moral dan karakter anak bangsa, jika peserta didik tidak dibekali dengan penguatan agama dan pendekatan keimanan. Kemungkinan besar para pelajar akan tumbuh tidak beragama.
Dengan demikian mereka akan menyadari betapa pentingnya agama dalam kehidupan. Maka peran negara disini diperlukan karena hanya negara yang bisa mengaplikasikan aturan agama dalam kehidupan. Selain itu negara juga berkewajiban menjaga dan melindungi rakyat termasuk para pelajar dari segala kerusakan moral.
“Pemimpin adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari)
Sehingga generasi muda yang menjadi garda terdepan dalam mempertahankan eksistensi negara dan kelangsungan peradaban mulia pun akan terwujud dengan bekal ketaatan kepada agamanya. Wallahua’lam.
Penulis: Yuyun Suminah, (Guru di Karawang)