Sistem Islam Menjamin Ketangguhan Keluarga

Keluarga yang utuh serta memiliki ketahanan fisik dan ekonomi akan menjadi keluarga yang tangguh menghadapi berbagai macam krisis, termasuk saat pandemi saat ini.

Namun, pandemi yang berkepanjangan yang terjadi hingga saat ini mengancam ketahanan ekonomi keluarga. Betapa tidak, mata pencaharian terganggu terutama bagi mereka yang mengandalkan pendapatan harian.

Hal tersebut dilansir MapayBandung.com, sebagaimana diungkapkan Wakil Gubernur Jawa Barat (Jabar) Uu Ruzhanul Ulum yang mengaku mendapat banyak keluhan dari para pengusaha dan pedagang semasa PPKM Darurat ini.

Menurut Uu, para pedagang mengeluhkan bahwa mereka mengalami penurunan omzet pemasukan akibat penerapan PPKM (22/7).

Tidak terbayang, bagaimana memenuhi kebutuhan keluarga jika sumber mata pencaharian mereka terputus. Sedangkan berbagai kebutuhan tetap menuntut untuk dipenuhi. Kebutuhan makan, pendidikan, bahkan kesehatan mau tidak mau harus tetap dipenuhi.

Kondisi ini tentu akan berakibat kepada ketahanan fisik termasuk psikologis yang dapat mengancam ketahanan keluarga termasuk perempuan dan anak.

Ini disebabkan penanganan pandemi yang tidak tegas dan tidak konsisten, sehingga berlangsung berlarut-larut.

Adapun di masa normal, masyarakat tetap dihadapkan pada kenyataan kehidupan yang sulit. Beban biaya kehidupan yang berat, berefek kepada ketangguhan keluarga. Hal ini karena anggaran keluarga harus dibagi-bagi dengan kebutuhan lain, yang sama-sama mendesak untuk dipenuhi.

Untuk menutupi kebutuhan, seringkali perempuan terpaksa untuk ikut bekerja. Kondisi ini seringkali malah memungkinkan timbul masalah lain seperti kualitas pengasuhan anak yang ikut berkurang.

Fenomena ini merupakan akibat penerapan kapitalisme di negeri kita. Dalam kapitalisme, sekulerisme dijadikan dasar pijakan. Pemisahan aturan Tuhan dalam kehidupan merupakan sesuatu yang niscaya. Sehingga, pengaturan kehidupan diserahkan kepada akal manusia yang serba terbatas dan subjektif.

Sistem kapitalisme menjadikan rakyat harus berjuang sendiri dalam mengarungi kerasnya kehidupan. Potensi yang berbeda antara yang kaya dan miskin, yang sehat dan cacat tidak diperhatikan. Kehidupan seolah seperti hutan rimba dimana yang kuat modal dialah yang akan mampu bertahan.

Sistem kapitalisme juga tidak memiliki batasan dalam kepemilikan. Sehingga, kekayaan alam yang sejatinya adalah milik bersama seluruh masyarakat malah diserahkan kepemilikannya kepada para kapitalis/pemilik modal.

Adapun pemimpin masyarakat jika diibaratkan sebuah keluarga, seharusnya seperti seorang ayah yang mengayomi, mengurus, menjaga jiwa dan mental seluruh anggota keluarga. Ayah juga menanggung nafkah, memberikan pendidikan dan pelayanan kesehatan seluruh anggota keluarga. Semua itu dilakukan ayah tanpa mengharap imbalan.

Namun, dalam sistem kapitalisme, kebutuhan asasi yang sebetulnya hak rakyat, pemenuhannya diserahkan kepada masing-masing individu rakyat. Rakyat harus merogoh kantung sendiri jika ingin mendapatkan kualitas yang lebih baik. Bahkan dalam kondisi sakit terpapar covid19 dan harus menjalani isoman, kebutuhan hidup harus ditanggung sendiri. Maka wajar jika didapati mereka yang harus meregang nyawa karena penanganan yang kurang tepat saat isoman.

Adapun pemimpin yang diamanahi mengurus masyarakat, seringkali menjadikan untung rugi secara ekonomi sebagai pertimbangan.

Terkait pandemi, jika saja sejak awal menjalankan masukan para ahli tampaknya pandemi akan cepat terselesaikan. Namun, langkah ini tidak ditempuh dengan alasan ekonomi. Bisa dimaklumi jika penyelesaian pandemi diserahkan kepada anggaran daerah masing-masing, karena daerah memiliki keterbatasan

Yang patut disayangkan, langkah karantina wilayah yang disarankan para ahli tidak diambil oleh pemerintah pusat. Langkah yang diambil justru tidak efektif mengatasi pandemi, dengan mengatasnamakan berbagai istilah. Jika dicermati, semua langkah ini menjadi bukti pelepasan tanggung jawab negara dalam mengurusi urusan masyarakat, terutama dalam pemenuhan kebutuhan pokok mereka.

Tak ayal, sistem kapitalisme tidak mampu mengatasi pandemi, yang berakibat ke berbagai aspek. Dalam aspek keluarga, pandemi menyebabkan keutuhan keluarga goyah akibat perceraian. Ketahanan fisik terancam bahkan mengakibatkan jiwa anak melayang. Dan ketahanan ekonomi goyang akibat kemiskinan. Jika begini, maka keluarga tangguhpun tinggal hanya impian.

Saatnya, melirik kepada sistem yang mampu menangani pandemi secara tuntas. Islam sebagai sistem yang dituntun ilahi, dapat mengantarkan kebaikan kepada manusia. Secara keimanan, Islam adalah aturan paripurna yang akan mampu mengatasi berbagai problem manusia, termasuk mengatasi pandemi.

Islam menetapkan, sistem pemerintahan bersifat terpusat dan berada di tangan kepala negara. Seluruh pengelolaan negara adalah tanggung jawab kepala negara, termasuk aspek politik dan ekonomi. Dengan mekanisme ini, beban pembiayaan pandemi berada pada pundak negara, bukan pada pemerintah daerah.

Islam menetapkan, kepala negara bertindak sebagai pengelola urusan masyarakat. Hal ini sebagaimana hadis Nabi:
“Imam adalah pengelola urusan masyarakat. Dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan yang akan menjadi tanggung jawabnya”.

Maka negara akan menjamin seluruh anggota masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka baik sandang, pangan, maupun papan. Jaminan ini berupa menciptakan kondisi yang kondusif untuk bekerja. Adapun yang berhalangan bekerja karena lemah diakibatkan sakit atau cacat misalnya, akan diberikan oleh negara secara cuma-cuma.

Adapun kebutuhan asasi masyarakat seperti pendidikan dan kesehatan, negara akan memenuhi secara langsung berupa penyediaan sarana prasarana dan diberikan secara berkualitas dan gratis kepada masyarakat. Semua ini dilakukan oleh negara sebagai bentuk pengelolaan urusan masyarakat.

Pengelolaan urusan masyarakat sangat terkait dengan aturan Islam dalam aspek ekonomi. Sumber daya alam ditetapkan sebagai milik masyarakat secara bersama(milik umum), dan dikelola oleh negara. Hasil pengelolaan sumber daya alam dikembalikan kepada masyarakat berupa pelayanan kepada mereka.

Dengan mekanisme seperti ini, hak-hak asasi masyarakat sangat mungkin terpenuhi oleh negara, termasuk di masa pandemi.

Ditambah lagi, sumber pemasukan baitulmal seperti fai, kharaj, dan harta sedekah meniscayakan negara untuk melakukan pengelolaan urusan masyarakat secara berkualitas dan mandiri.

Demikianlah, sistem Islam mampu menciptakan keluarga-keluarga yang tangguh setiap masa karena keutuhan keluarga terjaga, ketahanan fisik dan ekonomi terpelihara.

Penulis: Siti Susanti
Staf Pengajar Asysyifa, Pengelola Majlis Zikir Assakinah

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *