Mekanisme pemilihan Wakil Bupati Bekasi untuk sisa jabatan periode 2022 diprotes lantaran terindikasi tak transparan.
Tokoh masyarakat, Soleh Jaelani mencurigai adanya kongkalikong antara Panitia Pemilihan (Panlih) yang dibentuk DPRD Kabupaten Bekasi dengan salah satu nama yang masuk dalam bursa kandidat.
Terlebih lagi, kata dia, dua calon orang nomor dua di Kabupaten Bekasi itu tidak mengikuti proses seleksi administrasi yang sesuai aturan.
“Saya pada prinsipnya kembalikan pada mekanisme pemilihan tahun 2017 kemarin. Kan yang mempunyai hak itu koalisi parpolnya,” kata Soleh, Rabu (27/11/2019).
Sejauh ini, diakui Soleh, partai pengusung Neneng Hasana Yasin dan Eka Supri Atmadja dalam Pilkada 2017 diantaranya Partai Golkar, Nasdem, Hanura, dan PAN.
Ke empat partai itu telah menyerahkan sejumlah nama masing-masing calon yang akan mendampingi Bupati Eka Supria Atmaja.
Dalam pendaftaran yang di buka oleh Partai Golkar, sedikitnya terdapat 13 calon yang telah didaftarkan. Kekinian, terdapat dua nama yang mencuat menjadi pendamping Eka. Yaitu, Ahmad Marzuki dan Tuti Yasin.
Tuti Yasin merupakan adik kandung dari Eks Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam skandal suap Meikarta.
Sementara Ahmad Marzuki merupakan calon yang juga diusung oleh partai berlambang pohon beringin itu.
“Kalau mau fair, kan ada 13 yang daftar di Golkar itu. Kalau mau, berlakukan fit and proper testnya secara terbuka, jadi masyarakat bisa tahu, jangan ujug-ujug muncul dua nama, tanpa adanya tahapan proses kemarin. Ujung-ujungnya masyarakat yang dirugikan,” bebernya.
Untuk itu, dia mengusulkan agar partai koalisi, terutama Partai Golkar untuk kembali menjalankan proses seleksi di internal partai dengan mekanisme yang benar.
Sebab dar informasi yang diterimanya, selain dua nama yang direkomendasikan ada beberapa nama yang ikut mendaftar jadi wakil bupati.
“Tapi mengaku tidak dilibatkan dalam penyeleksian yang jelas,” katanya.
Sementara itu, Demisioner Wakil Ketua Bidang Hukum dan HAM DPD Partai Golkar Kabupaten Bekasi, Arif Rahman Hakim mengakui belum adanya proses penyeleksian wakil bupati sesuai mekanisme yang berlaku.
Ia membeberkan, munculnya dua nama itu merupakan rekomendasi dari DPP. Namun, sepenuhnya juga atas campur tangan DPD Partai Golkar Jawa Barat. Kata dia, selama ini di internal Golkar, belum pernah diadakan rapat terkait munculnya dua mana itu.
“Di Golkar, munculnya dua nama menurut saya tidak melalui mekanisme yang benar, karena belum ada proses seleksi. Gak pernah ada rapat pengurus soal penyeleksian ini. Kita berharap seleksi itu dibentuk sesuai proses,” beber dia.
Disamping itu, Arif juga menyoroti soal keputusan Panlih bentukan DPRD Kabupaten Bekasi yang di komandoi Anggota DPRD Kabupaten Bekasi, Mustakim.
Menurutnya Mustakim terkesan tergesa-gesa untuk memilih wakil bupati. Sebab, Panlih ini telah membuat jadwal dan dipaksakan tanggal 30 Desember 2019 sudah pelantikan wakil bupati.
“Inikan luar biasa, ada apa ini DPRD. Kan sudah sering kali Pak Bupati bilang rekomendasi dari mitra koalisikan belum mengerucut ke dua nama, di Partai Golkar sendiri ada usulan satu nama lagi setelah dari DPP muncul dua nama,” kata dia.
Untuk itu, ia berharap agar panitia bentukan DPRD ini tidak terkesan terburu-buru dengan alasan demi kemajuan dan kebaikan Kabupaten Bekasi. Harusnya, Panlih ini bersikap pasif saja.
“DPRD itu panitianya, panitia pasif bukan panitia aktif, beberapa komentar saya lihat meminta Bupati segera serahkan nama, bila tidak nanti diancam bakal dilaporkan ke Gubernur. Kan melalui mekanisme undang-undang, yang mengantarkan pak bupati,” ungkapnya.
Terpisah, Bupati Bekasi Eka Supri Atmadja mengatakan, sejauh ini dirinya masih menunggu keputusan partai koalisi terkait usulan nama-nama yang akan disodorkan ke DPRD Kabupaten Bekasi.
“Saya masih menunggu keputusan partai koalisi yang juga sebagai partai pengusung,” katanya.
Eka mengatakan, belum diterimanya nama-nama calon bupati itu karena belum ada kesepakatan antar partai koalisi. Sebab, proses penetapan wakil bupati juga digelar di paripurna dewan.
“Yang penting kalau sudah terpenuhi semuanya kita serahkan ke dewan,” tutupnya.
Sebagaimana diketahui, kursi Wakil Bupati Bekasi saat ini masih kosong setelah Neneng ditangkap KPK. Eka di posisi wakil naik menjadi bupati dan dilantik menjadi bupati definitif pada Rabu, 12 Juni 2019, di Bandung. Eka melanjutkan kepemimpinan bupati sebelumnya