Arlini Aprilia (27) dan Dini Yulianti (23) adalah buruh perempuan yang bekerja di PT Alpen Food Industry. Perusahaan yang memproduksi es krim berlebel Aice ini diduga melakukan eksploitasi hingga menyebabkan sejumlah buruh perempuan hamil hingga keguguran.
Dini Yulianti (23) bercerita bahwa calon bayinya itu harus keguguran setelah usia kandungannya berjalan lima bulan. Saat itu, Dini dipacu bekerja pada bagian produksi. Mulai dari sakit pinggang, hingga Dini harus dilarikan ke IGD Rumah Sakit Kartika Husada, Setu, Kabupaten Bekasi.
“Keguguran saat itu pada bulan Januari 2019,” ujar wanita yang kini tengah mengandung lagi dua bulan, di Aula Komite Solidaritas Perjuangan untuk Buruh Aice, Kampung Telajung RT 01/09, Cikarang Barat, Jumat (28/2/2020) kepada gobekasi.id.
Dini menduga kuat, keguguran yang dialaminya itu lantaran tidak ada kebijakan dari perusahaan dimana para buruh perempuan tak diperkenankan bekerja non shift. Padahal, hasil konsultasinya bersama dokter kandungan, Dini diminta untuk tidak melulu bergadang.
“Waktu itu minta non shift karena ada riwayat rahim lemah, tapi dari perusahaan enggak dikasih alasanyya karena yang hamil bukan saya doang,” ujar Dini.
Sejak keguguran itu, Dini dirumahkan satu bulan setengah atau 45 hari. Sebab saat itu Dini dilakukan operasi kiret. Mirisnya lagi, biaya berobat setelah kiret itu tidak ditanggung oleh perusahaan yang terletak di kawasan MM2100 itu.
“Biaya kiret waktu itu pakai jaminan kesehatan, tapi biaya berobat Rp 800 ribu itu pakai uang sendiri. Cuma enggak diganti sama perusahaan,” imbuhnya.
Ditempat yang sama, Arlini Aprilia mengemukakan kisah duka yang sama. Wanita akrab disapa Alin ini harus kehilangan bayi pertamanya yang berjenis kelamin laki-laki.
Kepergian anaknya itu pada bulan Agustus 2019. Memang, kata Alin, ia mendapatkan cuti dari PT AFI. Namun, ada yang keliru dimana perusahaan memberikan catatan yang dianggapnya tak berkemanusiaan.
“Dikasih cuti ada syarat, kalau terjadi apa-apa sampai orangtua atau bayi meninggal itu tidak boleh nuntut ke perusahaan. Itu perjanjian diatas materai sebelum diberikan surat cuti oleh perusahaan,” jelas Alin.
Alin sendiri tak menyangka jika anak pertamanya itu meninggal. Berdasarkan ceritanya, ia sempat merasakan pecah ketuban pada usia kandungan 7 bulan. Saat itu Alin bekerja di PT AFI pada bagian gudang prezer.
“Penyebab kematian anak saya itu karena kekuranag asupan makanan. Karena berdasarkan rekam medis air ketuban tersisa 40 persen saat saya melahirkan, placenta di rahim saya sudah tidak nempel dan kirang kalsium, air ketuban audah warna hijau. Cuma kalau di surat kematian itu hanya gagal induksi saja,” jelas dia.

Alin membantah keras apa yang diberikan pernyataan perusahaan dimana menyebutkan bahwa PT AFI memberikan perhatian lebih kepada para buruh wanita yang tengah mengandung. Dimana disebutkan para buruh hamil diberikan susu khusus mengandung.
“Itu semua bohong, kita itu semua diberikan susu kotak kecil indomilk. Itu semua rata bukan khusus inu hamil, tidak diberikan vitamin. Wanita hamil itu diberikan sama ya, susu indomilk kecil,” tegas Alin.
Pantauan dilapangan, depan PT AFI para buruh dari kalangan wanita dan pria melakukan aksi kogok kerja. Aksi ini sebagai wujud perlawanan dimana perusahaan kerap semena-mena terhadap para pekerja. Aksi ini berlangsung sejak 21 Februari sampai dengan 30 Maret 2020.
(MYA)