Komnas HAM Duduk Perkara Proses Pembebasan Lahan Proyek DDT di Bekasi

  • Bagikan

Proses pembebasan lahan tanah yang diperuntukan proyek Doble Doble Track (DDT) Kereta Api dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang berada di wilayah RT 02/02, Kelurahan Kalibaru, Kecamatan Medan Satria, Kota Bekasi, Jawa Barat, digugat warga.

Pasalnya, warga menilai proses pembebasan di lahan seluas 1660 m2 oleh Kemenhub tidak sesuai dengan sebanding dengan ketentuan.

Menurut Kuasa Hukum warga, Mahrus Ali, terdapat empat pelanggaran yang dilakukan panitia pengadaan tanah dalam hal ini Balai Tekhnik pada Kemenhub.

“Empat pelanggaran itu menjadi faktor pelanggaran hingga kami menggugat secara perdata di Pengadilan Negeri Bekasi,” kata Mahrus, Kamis (27/6/2019) saat duduk perkara bersama Komnas HAM.

Ia menjelaskan, keempat pelanggaran tersebut yaitu, tidak ada batas patok yang jelas mana tanah yang terkena imbas proyek DDT dan mana yang tidak terkena imbas proyek tersebut.

Kedua, dalam proses pembebasan lahan, Balai Tekhnik Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan tidak melihat nilai tempat usaha warga dan unsur tanah.

“Hilangnya tempat usaha dan pekerjaan warga tidak dimasukkan dalam unsur ganti rugi,” papar dia sambil menegaskan bahwa dari 27 Kepala Keluarga yang terkena dampak rata-rata memanfaatkan rumahnya tidak hanya tempat tinggal akan tetapi juga tempat usaha.

Selain itu dalam proses ganti rugi di tahun 2015, kata Mahrus tidak ada proses apresial (perhitungan nilai objek tanah) yang sebenarnya.

“Apresialnya cenderung manipulatif, harusnya 65 meter namun dihitungnya 35 meter,” timpalnya.

Terakhir kata Mahrus, nilai apresial permeter tanah masih menggunakan nilai apresial tahun 2015, tidak menggunakan nilai apresial tahun 2018.

“Karena demikian, kita upayakan langkah hukum dengan menggugat perdata ke Pengadilan Negeri Bekasi dan saat ini sudah empat kali sidang dengan agenda pembacaan gugatan,” paparnya.

Selain berupaya melalui gugatan di pengadilan, warga juga meminta Komnas HAM dapat memediasi pihak terkait bersama dengan warga yang terdampak.

“Tujuannya agar ada win win solution dalam pengambilan keputusan yang tidak memberatkan salah satu pihak,” tandas Muhras.

Kepala Biro dukungan penegakkan HAM, Gatot Ristanto menuturkan bahwa kehadiran Komnas HAM kali ini tidak lain untuk menggali informasi lebih jauh dan ingin mencoba klarifikasi terkait proses pembebasan lahan proyek DDT.

“Kita ingin mencoba klarifikasi dan tambahan dari warga, informasi ini akan kami sampaikan ke komsioner dan mekanismenya selanjutnya menunggu persetujuan komisioner untuk kami tidak lanjuti setelah itu,” ucap Gatot.

Setelah mendapatkan persetujuan komisoner, tahap selanjutnya kata Gatot, pihaknya baru akan mengambil langkah untuk melakukan mediasi antara warga dengan pihak pemangku kebijakan dalam proyek DDT.

“Tahap selanjutnya tentunya kami akan melakukan mediasi guna memenuhi hak-hak warga,” beber Gatot.

Diakui Gatot, dalam proses pembebasan DDT ini memang sudah melalui waktu yang panjang dan dimulai tahun 2002.

Kemudian terjadi lagi di tahun 2015, yang jadi tuntutan warga lanjut Gatot tidak hanya sebatas tempat tinggal mereka, namun ada pertimbangan tempat usaha mereka di tempat tinggal mereka.

“Pertimbangannya bukan hanya tempat tinggal mereka, tapi usaha mereka juga, selain itu perhitungan njop juga sudah berubah ini poin-poin penting,” pungkas Gatot.

Ia juga menegaskan bahwa hal ini akan menjadi poin penting untuk didiskusikan dengan pemangku kepentingan.

“Kalau semua itu bisa dimediasikan, mereka (warga) akan pindah, dan tidak akan menolak,” jelasnya lagi.

Saat kembali disinggung kapan proses mediasi akan dilakukan, Gatot kembali menegaskan bahwa hal itu akan segera dilakukan jika sudah mendapatkan persetujuan komisioner Komnas HAM.

“Secepat mungkin akan kami laporkan ke warga melalui penasehat hukum, selain itu harus ada pencocokan waktu antara warga dengan pihak pengambil keputusan,”paparnya.

Untuk proses lamanya mediasi, Gatot tidak mau berspekulasi. Jika semua pihak akan saling menerima tidak menutup kemungkinan proses mediasi bisa dilakukan hanya satu kali pertemuan.

“Mediasi tergantung para pihak, bisa dua kali bisa juga satu kali mediasi, tergantung mereka,” pungkasnya.

(MYA)

  • Bagikan