Belakang ini ramai diperbincangkan mengenai Bekasi dengan wacana Jakarta Tenggara. Entah dari mana wacana ini pertama kali digulirkan, yang pasti Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi yang menjadi Triggernya.
Menurut Politisi Partai Golkar Kota Bekasi, Hasan Muhtar, banyak hal yang bisa diperdebatkan tergantung dari sisi mana melihatnya.
Misalnya saja kata dia, dari sisi politik, sosial, budaya, administrasi, ekonomi dan pembangunan. Namun, dirinya melihat hanya dari sisi politiknya saja.
“Saya teringat dengan tokoh besar dari China ‘Sam Kok’ menurutnya orang hebat atau pahlawan hal yang paling utamanya adalah moment atau timing. Sehebat apapun seorang, jika keluar pada timing kurang tepat, dapat dipastikan tidak akan terjadi sesuatu yang berarti dan luar biasa,” kata Hasan, Rabu (28/8/2019) kepada gobekasi.
Wacana Bekasi menjadi Jakarta Tenggara, kata dia adalah soal timing. Secara nasional sedang ramai karena Pemerintah Pusat mengumumkan perpindahan Ibu Kota DKI Jakarta ke Kalimantan Timur. Di waktu bersamaan ada Wacana Bogor Raya.
“Ini soal momentum, banyak daerah -daerah yang sedang berproses pemekaran, pengajuan propinsi dan lain-lain tetapi tidak menjadi perbincangan hangat. Sementara di Kota Bekasi sendiri sebenarnya belum ada langkah yang nyata dalam proses administrasi pilihan masuknya Kota Bekasi ke DKI Jakarta,” papar dia.
Ia menjelaskan, kaitannya dengan hal tersebut, Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi berhasil ambil timing dan moment tersebut secara cepat dan tepat, dengan wacana istilah nama yang sangat asing “Jakarta Tenggara”.
“Sehingga cepat tertanam dalam ingatan masyarakat. Silahkan di cek kemungkinan nama tersebut tidak ditemukan dalam dokumen administrasi apapun baik di Kota Bekasi maupun di DKI Jakarta,” jelasnya.
Rahmat Effendi dengan gaya agitasinya, kata Hasan, berhasil menjadi “pahlawan” pada momentum ini.
Dengan demikian, lanjut Hasan, Rahmat Effendi berhasil menyihir banyak penonton dengan pola komunikasi cerdasnya. Membuat penonton hanyut dalam arus wacana tersebut seakan Jakarta Tenggara akan terbentuk beberapa hari ke depan.
Disisi lain, begitu banyak masyarakat Kota Bekasi yang saling ambil sikap pro dan kontra. Bahkan banyak tokoh berkomentar hingga saling sindir.
“Menurut saya momentum terbaik Kota Bekasi masuk DKI Jakarta adalah ketika realisasi perpindahan Ibu Kota Negara, DKI Jakarta tidak lagi jadi Daerah Khusus tetapi jadi Provinsi Jakarta. Karena masuknya Bekasi ke Jakarta itu persoalan administrasi, dan berkaitan dengan peraturan perundang-undangan,” katanya.
Selanjutnya, wacana Bekasi gabung DKI Jakarta tentu dibutuhkan keseriusan Pemerintah Kota Bekasi dalam proses perkembangan peradaban kehidupan kota.
“Masuknya Kota Bekasi ke Propinsi manapun perlu kajian yang matang, tidak hanya soal untung rugi tapi bagaimana visi Kota Bekasi ke depan dapat terencana dengan baik. Pembangunan dan penataan butuh perencanaan jadi bergabung dengan salah satu propinsi adalah bagian dari perencanaan besar pembangunan Kota Bekasi,” papar Hasan.
Ia menganggap momentum ini sudah dimanfaatkan secara cerdas oleh Wali Kota Bekasi untuk menaikan popularitasnya, tidak hanya di Bekasi, ramai di Jakarta bahkan secara Nasional.
“Beliau berhasil mencitrakan diri sebagai salah satu tokoh asli betawi yang memiliki kemampuan intelektual dan pengalaman mengurus pemerintahan di daerah yang baik dan berkarakter. Ini bukan soal terlalu pagi bicara Politik Pilgub DKI kedepan, tapi moment pelangi sudah hadir saat cuaca cerah selepas hujan deras,” pungkas Hasan.