Ketua KPK Tegaskan Penangkapan Rahmat Effendi Tak Berbau Politik!

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri membantah penangkapan Wali Kota nonaktif Bekasi Rahmat Effendi dilakukan tanpa bukti yang cukup. Dia menegaskan KPK bisa mempertanggungjawabkan penangkapan itu secara hukum.


“KPK hanya akan menetapkan seseorang sebagai tersangka berdasarkan bukti yang cukup dan KPK memegang prinsip the sun rise and the sun set principle,” kata Firli melalui keterangan tertulis, Minggu (9/1/2022).

Firli juga membantah penangkapan Rahmat berbau politik. Dia menegaskan penangkapan Rahmat murni penindakan dugaan rasuah berdasarkan aturan yang berlaku.

“KPK tidak ikut opini atau kepentingan politik karena KPK tidak ingin dan tidak akan terlibat dalam politik,” tutur Firli.

Firli mengatakan Komisi Antirasuah bakal tancap gas mencari bukti lain untuk membuktikan dugaan suap yang dilakukan Rahmat. Lembaga Antikorupsi memastikan Rahmat bakal diadili di meja hijau atas perbuatannya.

“Seketika seseorang menjadi tersangka, harus segera diajukan ke persidangan peradilan. Saat ini para tersangka KPK tidak perlu menunggu waktu yang lama untuk disidangkan di peradilan,” ujar Firli.

Sebelumnya, Ketua DPD Partai Golkar Bekasi, Ade Puspitasari, menyebut operasi tangkap tangan (OTT) Rahmat Effendi berbau politis. Dia menilai OTT itu membuktikan ‘kuning’ sedang ditarget.

“Memang ini ‘Kuning’ sedang diincar, kita tahu sama tahu siapa yang sikat kuning, tapi nanti di 2024 jika kuning koalisi dengan oranye mati lah yang warna lain,” kata Ade dalam cuplikan video yang viral.

Ade menilai KPK kurang bukti dalam menangkap Rahmat. Menurut dia, tidak ada transaksi suap saat Rahmat diangkut tim satuan tugas KPK.

Sebanyak 14 orang ditangkap KPK dalam operasi senyap di Bekasi. Sembilan orang ditetapkan sebagai tersangka.

Sebanyak lima tersangka berstatus sebagai penerima. Yakni, Rahmat Effendi; Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP, M. Buyamin; Lurah Kati Sari, Mulyadi; Camat Jatisampurna, Wahyudin; dan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertahanan Kota Bekasi, Jumhana Lutfi.

Mereka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara itu, empat tersangka pemberi, yakni Direktur PT MAN Energindo, Ali Amril; pihak swasta, Lai Bui Min; Direktur Kota Bintang Rayatri, Suryadi; dan Camat Rawalumbu, Makhfud Saifudin.

Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf f serta Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *