Seorang bayi berusia delapan bulan di Bekasi Barat, Kota Bekasi, mengalami ruam kulit dan gatal-gatal setelah diduga mengonsumsi obat kedaluwarsa yang diberikan oleh sebuah puskesmas.
Keluarga korban tidak menerima alasan yang diberikan oleh pihak puskesmas yang menyebutkan bahwa kelalaian tersebut terjadi akibat banjir.
Ibunda bayi, yang hanya dikenali dengan inisial N, mengungkapkan bahwa pegawai puskesmas memberikan alasan banjir sebagai penyebab terlewatnya proses pengecekan tanggal kedaluwarsa obat.
“Alasan mereka karena terjadi kebanjiran, maka sortir obat terlewat, jadi bisa kelolosan,” ujar N saat dikonfirmasi pada Kamis (13/3/2025).
Namun, N dan keluarganya menolak alasan tersebut. Menurutnya, banjir di Bekasi terjadi pada minggu sebelumnya, sementara obat yang diberikan kepada bayinya diduga sudah kedaluwarsa sejak tahun 2023.
“Enggak masuk akal dong. Alasannya banjir, obat dari tahun 2023, kecuali dari dua bulan yang lalu,” tegas N.
N juga mengungkapkan bahwa pegawai puskesmas sempat meminta maaf atas kejadian tersebut.
Namun, permintaan maaf itu dinilai belum cukup karena tidak disertai dengan tindakan konkret, seperti merujuk bayinya ke RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid untuk penanganan lebih lanjut.
“Dia cuma bilang, ‘Oh ya, ibu ini obatnya sudah bagus dari Primaya, ibu dilanjutkan dulu sambil saya cek’. Saya tuh penginnya tindakan cepat, tanggung jawabnya mana,” ungkap N.
Kejadian ini bermula ketika bayi N yang sedang demam mengikuti imunisasi di posyandu yang digelar oleh salah satu puskesmas pada Senin (10/3/2025).
Petugas medis memberikan obat Paracetamol atau penurun panas kepada bayi tersebut. Setelah tiga hari mengonsumsi obat, demam bayi memang menurun, namun kemudian muncul ruam kulit dan gatal-gatal.
Keluarga pun membawa bayi tersebut ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Primaya. “Saya bawa anak ke IGD Primaya. Setelah ditangani, terus diberikan dosis obat tinggi untuk meredakan alerginya,” kata N.
N mempertanyakan tanggung jawab pihak puskesmas dalam hal ini. Menurutnya, kejadian ini seharusnya bisa dihindari jika ada pengecekan yang ketat terhadap obat-obatan yang diberikan kepada pasien, terutama anak-anak.
“Kami meminta pertanggungjawaban dari pihak puskesmas. Ini menyangkut kesehatan anak saya, dan kami tidak ingin kejadian serupa terulang lagi,” tegas N.
Hingga berita ini diturunkan, pihak puskesmas belum memberikan pernyataan resmi terkait kejadian tersebut. Namun, keluarga korban berharap ada tindakan tegas dari pihak berwenang untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
Kejadian ini menjadi sorotan publik dan memicu kekhawatiran masyarakat tentang kualitas layanan kesehatan di fasilitas publik.
Diharapkan, pihak terkait dapat segera menindaklanjuti laporan ini dan memberikan solusi yang tepat bagi keluarga korban serta meningkatkan pengawasan terhadap distribusi obat di puskesmas.